Usulan Jenderal Polisi Jadi Pj Gubernur, Ciptakan Kegaduhan Politik

Mitra Jatim
Publiser ~
0

Jakarta, Mitra-Jatim.com- Usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo soal Pejabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Utara (Sumut) dari jenderal polisi aktif yang setara eselon I dinilai menciptakan kegaduhan politik di awal 2018. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PPP  Arwani Thomafi dalam pers rilis kepada semua media cetak dan media online.

Arwani Thomafi menegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan selalu mendorong adanya stabilitas politik untuk menghindari kegaduhan politik pada tahun politik 2018. Karena itu, menurut dia, usulan Mendagri telah menciptakan kegaduhan politik. ”Ini tidak bagus dalam konteks menjaga stabilitas politik dan ekonomi nasional dan kontraproduktif dengan imbauan Presiden, apalagi sekarang memasuk tahun politik 2018,” tegasnya.

Usulan Mendagri menempatkan Pj Gubernur dari jenderal polisi aktif dengan mempertimbangkan tingkat kerawanan tersebut, kata Arwani Thomafi, terbuka untuk diperdebatkan. Karena, jika merujuk data Polri, daerah rawan pilkada juga terjadi di Sulawesi Selatan yang gubernurnya akan berakhir pada April 2018. ”Pertanyaannya, mengapa Sulsel tidak ditunjuk Pj Gubernur dari jenderal polisi aktif ? Dan kenapa hanya Jabar dan Sumut,” tanyanya.

Dari sisi landasan yuridis, sambut Arwani Thomafi, PPP jug atidak melihat ada landasan yuridisnya. Rujukan Mendagri dengan mengutip Pasal 4 ayat (2) Permendagri No 1/2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan dengan menganalogikan pejabat madya tingkat pusat/pemprov setara inspektorat jenderal (irjen) atau mayor jenderal (mayjend) di TNI/Polri merupakan analogi tidak tepat. ”Menyetarakan aparatur sipil negara dengan polisi atau TNI merupakan tindakan missleading,” ujarnya.

Sementara ketentuan Pasal 202 ayat (10) UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada, pejabat Gubernur dari jabatan tinggi madya dalam lingkup ASN setingkat eselon I di kemendagri sendiri. Hal ini berlaku juga untuk pejabat Bupati/Walikota adalah pimpinan tinggi pratama dari Pemda Tingkat Provinsi. Usulan ini juga secara nyata dan meyakinkan menabrak sejumlah regulasi. ”Seperti, Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan jabatan ASN dapat diisi oleh prajurit TNI/anggota polisi hanya berada di tingkat pusat,” jelas Arwani Thomafi.

Selain  itu, usulan Mendagri bertentangan dengan Pasal 13 huruf a,b dan c UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang menyebutkan tugas pokok polri adalah memelihara ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, Ketentuan Tap MPR Nomor VII /MPR/2000, Pasal 10 ayat (3) menegaskan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. ”Sedangkan, dua pejabat yang diusulkan adalah polisi aktif, sehingga tidak boleh menjabat di luar kepolisian,” tegasnya. (tom/edo)

Posting Komentar

0Komentar

Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!

Posting Komentar (0)