ANTARA KRITIK dan DEMOKRASI

Mitra Jatim
Publiser ~
0

OPINI MJ : Dari Penghujung Th. 2021 samapai menapak Th.2022. Beberapa hasil survei dan jajak pendapat masyarakat memperlihatkan tingkat ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah daerah.

"Fenomena ini menarik di tengah maraknya kritik publik banyaknya jalan rusak serta kinerja yang banyak disorot mengecewakan masyarakat. Selain itu, Indeks Demokrasi cenderung menurun. Kemajuan demokrasi disumbang putusan berkualitas Mahkamah Konstitusi terkait sikap adaptif terhadap suara-suara kritis masyarakyat daerah.

Di sini kita melihat hubungan tersembunyi antara kritik dan demokrasi. Demokrasi lahir dari kritik kepada elite kekuasaan dan tumbuh kembangnya demokrasi karena hidupnya budaya kritik. Mustahil demokrasi tanpa kritik.

Kritik dalam demokrasi merupakan manifestasi daulat rakyat, menyadari merekalah sesungguhnya pemberi kuasa kepada pemerintah.

Anatomi kritik

"Meskipun alam demokrasi semakin terbuka, resistensi pejabat terhadap kritik masih memakai paradigma lama. Kritik harus membangun, bukan menjatuhkan (martabat); kritik harus memberikan solusi; (termasuk pejabat) apakah alergi kritik ?. Kritik yang menyasar pada suatu kejelekan kinerja pun dimaknai oleh oknum pejabat sebagai tindakan menjelek-jelekkan. Ujungnya jerat hukum pencemaran nama baik, yang akhirnya dimaknai melayani kepentingan pejabat (orang kuat).

Acuan kritik bukan ideal kesempurnaan. 

Sasaran kritik adalah realitas sosial produk (institusi) manusia, yang mestinya bisa lebih baik dan, untuk itu, ada pihak yang bertanggung jawab karena tidak melakukan yang seharusnya atau melakukan yang tidak seharusnya. Sasaran kritik adalah kebijakan publik yang direncanakan secara  mudah dikapitalisasi di luar batas-batas wajar. 

"Sekelompok masyarakat menjadikan apa saja yang dilihat dan dialami dan tindakan pemerintah yang cendrung abai sebagai sasaran kritik, menjadi over-kritik, kjritik pedas dikatakan bisa merusak reputasi pejabat. 

Namun, resistensi rakyat propemerintah pun dikapitalisasi dengan alasan bahwa kritik juga harus apresiatif. Ada sekelompok masyarakat membela mati-matian kebijakan pemerintah sampai hilang daya kritisnya, mereka nggak sadar bahwa kritik merupakan penyeimbang. 

Polarisasi di antara rakyat ini membuat masyarakat sipil terbelah. Pemerintah pun melenggang dengan kebijakannya dan jatuh ke dalam pragmatisme politik. Legislasi untuk hal-hal sensitif dilakukan terburu-buru. Yang penting keabsahan prosedural, ada kekurangan urusan belakangan (disempurnakan dalam aturan-aturan turunan).

Pemerintah dengan gaya father knows best merasa tahu apa yang terbaik untuk rakyat, tak perlu menyerap dengan baik aspirasi masyarakat sipil. Alat kekuasaan negara juga bergerak menekan suara kritis advokasi rakyat.

Anatomi demokrasi

"Penguasa yang lahir dari proses demokratis tak selalu konsisten dan efektif membayar tunai janji-janji politik semasa kampanye. Lain janji sebelum berkuasa, lain laku sesudahnya. 

Bernegara tidak hanya soal niat atau rencana baik penguasa, tetapi juga apakah itu baik di lapangan. Karena itu, kekuasaan tetap perlu mendapat kontrol sejak proses perencanaan sampai pelaksanaan.

Namun, berdemokrasi di masa modern tidaklah sederhana. Cukup pelik dan banyak persoalan terkait dengan hukum, dibutuhkan pengetahuan dan wawasan khusus untuk kritik agar tepat sasaran.

"Rakyat hanya tahu mengeluh antre untuk minyak goreng, tetapi ada Dewan yang idealnya lebih mengerti tata kelola minyak goreng dan seharusnya menekan eksekutif untuk menyelesaikan krisis minyak goreng. Namun, kontrol parlemen bisa tidak efektif ketika mayoritas anggota Dewan justru berdiri di belakang eksekutif.

Justru sebagian anggota legislatif mencuri kesempatan untuk mengambil hati rakyat dengan jalan membagi-bagikan komoditas itu, melakukan sesuatu yang bukan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya.

"Seluruh rakyat berhak menikmati distribusi adil kekayaan negeri dan itulah alasan bernegara. Karena itu, harus dicermati potensi perselingkuhan penguasa dengan pengusaha (trans) nasional yang cenderung melahirkan pragmatisme politik.

Dulu negeri kita nyaris bangkrut karena krisis multidimensi yang bersumber pada kolusi, korupsi, dan nepotisme. (Redaksi MJ)

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!

Posting Komentar (0)