OPINI: MITRAJATIM.COM - Rata rata Koruptor Itu Pintar, dan merasa dengan hasil korupsinya Bisa "Membeli" Apa Saja Termasuk Hukum
"Kasus dugaan korupsi Pembangunan Kamar Operasi Terintegrasi pada Rumah Sakit Umum di salah satu daerah, senilai puluhan milyar, hal itu telah membuka tabir modus korupsi serta motivasi aktor pelaku melakukan korupsi, nampak lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku koruptor.
Kejahatan korupsi identik dengan "kriminal kerah putih" yang artinya pelaku korupsi adalah orang-orang yang pintar, terpandang, dan memiliki posisi khusus di daerah, apalagi koruptor yang ini berposisi sebagai Penjabat di salah satu pejabat Pemkab dan rangkap jabatan sebagai pejabat di tingkat Provinsi.
Pelaku korupsi selalu bisa dan berupaya berkelit dari jerat korupsi yang di sangkakan dengan berbagai cara, baik melalui kekuasaan yang dimilikinya, punya relasi yang kuat, sogok-menyogok dengan oknum penegak hukum, hingga mengerahkan para pengacara paling hebat untuk membela.
Dalam benaknya, hasil korupsi yang sangat besar akan mampu "membeli" apapun termasuk proses penegakan hukum. Otak kotornya berkata, "berapapun yang siberikan? Tak mungkin menghabiskan 10% dari hasil korupsi saya...".
Walaupun UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sudah mengkategorikan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary). Akan tetapi, secara praktis, penanganan korupsi belum menggunakan cara yang luar biasa juga. Sebaliknya, pemberantasan korupsi cenderung banyak discount hukuman, dikarenakan kekuatan finansial koruptor mampu "membeli" pasal-pasal hukum serta oknum penegak hukumnya.
Tak heran jika angka penyimpangan keuangan negara dari tahun ke tahun terus meningkat. Walau tak sedikit Koruptor ditangkap dan ditangani penegak hukum divonis kurungan penjara, tapi korupsi seperti endemi yang sulit untuk diberantas.
Lamanya proses hukum sejak penyelidikan hingga penetapan tersangka, juga telah memberikan kesempatan bagi pelaku korupsi untuk melakukan lobi-lobi kepada oknum penegak hukum serta memindahtangankan kekayaan hasil korupsinya kepada pihak lain, sehingga, sulit bagi penegak hukum untuk melakukan penyitaan atau pembekuan aset.
Kondisi inilah yang membuat pelaku korupsi selalu berada di atas angin. Proses hukum yang dihadapinya, selalu dapat dipatahkan dengan kekuatan finansial hasil korupsi. Pelaku korupsi telah memiliki lahan dan habitat yang subur bagi berkembangbiaknya virus korupsi. Hanya butuh menyisakan sedikit hasil jarahan uang negara, untuk "membeli" Proses hukumnya.:(*)
Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!