Redaksi, MITRAJATIM.COM - Banyak hal yang harus dipahami bagi Profesi Wartawan dan tantangan lain dari penegakan etika yang kerap diabaikan.
Iklim kondusif bagi hadirnya wartawan amplop, dengan menyediakan anggaran khusus pada APBD bagi wartawan, atau perjanjian kerjasama iklan demi kepentingan pemerintah daerah melalui Humas sejumlah pemerintah daerah bahkan menyediakan anggaran khusus untuk uang saku wartawan.
Sejumlah media online mengaku, bahwa pemasukannya semata-mata dari dana Pemda, sehingga tidak mungkin menggaji wartawan secara tetap, selain dari honor tulisan berita Pemda.
"Kode Etik Jurnalistik justru tampak tidak terlalu diperhatikan dan ditekankan oleh para pemilik dan pengelola media. Bahkan semenjak dalam proses pendidikan jurnalis pun seringkali Kode Etik jurnalistik diberikan bersamaan dengan mata kuliah hukum media (Pearson, 1995).
Seolah-olah kode etik jurnalistik hanyalah bagian kecil dari hukum media. Padahal kedua hal tersebut merupakan entitas yang berbeda dan harus benar-benar dibedakan.
"Hal utama yang menjadi kajian dalam penelitian adalah, berkaitan dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berlaku di Indonesia. Kode Etik Jurnalistik digagas dan ditandatangani oleh 29 organisasi Pers di Jakarta pada 14 Maret 2006 dan kemudian disyahkan sebagai Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DPN/2008.
Seharusnya menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan semua jurnalis di Indonesia. Dalam KEJ dinyatakan dengan jelas bahwa “Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
"Dalam mewujudkan kemerdekaan Pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama”. Dari pembukaan KEJ tersebut jelas nilai-nilai kebebasan menyatakan pendapat menjadi prioritas utama bagi pers di Indonesia.
Di sisi lain, KEJ juga menyatakan dengan tegas: “Dalam melaksanakan fungsi, hak, Kewajiban dan Peranannya, Pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu Pers dituntut Profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.” Pada poin ini KEJ menekankan pentingnya sikap Profesionalisme bagi para pekerja media harus memahami dan tidak melanggar beberapa UU yang rentan dilakukan seperti tertera ini;
"Penghinaan Pasal 310 (2) KUHP * Fitnah Pasal 311 KUHP* Penghinaan ringan Pasal 315 KUHP Pornografi Pasal 282 (2) & 533 KUHP Penghasutan Pasal 160 KUHP Pernyataan kebencian/ permusuhan terhadap pemerintah Pasal 154 KUHP , terhadap golongan tertentu Pasal 156 KUHP
"Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana pemahaman dan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pada Jurnalis Indonesia berdasarkan kesadaran pengalaman dalam kegiatan jurnalistik sehari hari di lapangan dan di ruang redaksi.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar persentase jurnalis yang memahami Kode Etik Jurnalistik dan seberapa besar jurnalis yang telah melakukan pelanggaran.
Luaran penelitian adalah tingkat kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik sebagai sebuah prasyarat Profesionalisme wartawan. (Sh*)
Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!