Bentuk Laporan pada pihak APH terkait dengan adanya Surat pernyataan Bank Syari’ah “adanya kekeliruan perhitungan oleh system kami” dalam melakukan pendebetan oleh BNI Syariah. Dengan sengaja merekayasa mengembalikan uang curian secara diam-diam sebesar Rp. 41.094.167,- (empat puluh satu juta sembilan puluh empat ribu seratus enam puluh tujuh rupiah). BNI Syariah yang seharusnya menggunakan Prinsip kehati – hatian terhadap Margin bagi hasil 15% pa kenyataannya lebih mahal dari Bank Konvensional. Setelah dibebankan 15% pa ternyata tidak kurang banyak lagi ditambah pencurian setiap bulannya sekitar Rp. 450.000,-/ bln.
Diutarakannya pada awak media TIN bahwa Pokok permasalahan yang di laporkan di antaranya adalah dengan sejumlah uang yang belum di kembalikan oleh BNI Syariah dari kesalahan system tersebut, selanjutnya dengan merekayasa transfer mundur sesudah di protes selama 1 tahun, menurutnya tindakan tersebut berupa Pencurian uang dalam rekening nasabah yang dengan seenaknya saja diobok-obok oleh pihak BNI Syariah.
Dikatakannya bahwa juga ada 3 case yang berbeda dengan motif pencurian uang BNI Syariah berbekal salah system dan Surat Ombudsman Republik Indonesia Tanggal 06 September 2018. No. 0718/SRT/0632.2017/DS-95/T.3/IX/2018 yang di tanda tangan seorang professor Amzulian Rifai SH, LLM, Ph.D hal 3 alinea terakhir bahwa laporan ditutup dan tidak ditemukan maladministrasi. Ombudsman RI tidak teliti dan tidak cermat dalam mengambil kesimpulan. Tidak ditemukan maladministrasi yang ditanda tangan seorang Profesor membuktikan bahwa materi laporannya sebagai masyarakat yang menaruh harapan yang besar kepada Ombudsman RI untuk membantu ternyata tidaklah memenuhi rasa keadilan dan kebenaran yang sesungguhnya, padahal laporan yang secara nyata adalsh pernyataan salah system oleh BNI Syariah itu sendiri.
di Jelaskannya juga bahwa Surat OJK No. SR-332/EP.121/2017 tertanggal 20 April 2017 yang menyarankan sengketa konsumen diarahkan kepada LAPSPI (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia) yang membutuhkan biaya jasa mediasi sebesar 7.000.000,- (tujuh juta rupiah). Fungsi dan kinerja kerja OJK terhadap pengawasan kejahatan perbankan yang mencuri uang nasabah di katakan mandul. “Hendaknya OJK independen tanpa timbang pilih sesuai visi dan misi OJK, Dengan dikembalikannya uang curian secara diam-diam OJK menyatakan masalah ini selesai dan ditutup, Kalau ketahuan mencuri baru dikembalikan, kalau tidak ketahuan dianggap milik pencuri yang berbekal salah system, kami melihat bahwa peran OJK disini adalah perpanjangan lidah oleh penguasa yang berbekal salah System “, Tegasnya dengan penuh rasa kekecewaan terhadap langkah pihak OJK yang menurutnya tidak berdasarkan Prosedur hukum yang berlaku.
Dirinya ( Liliana Kartika – Red ) memohon kepada instansi terkait dan Badan Pemerintahan yang bergerak dalam pengawasan kejahatan perbankan, terutama Perusahaan/Bank BUMN agar turut membantu demi tegaknya kebenaran dan keadilan sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku di Indonesia, di katakannya lagi bahwa untuk melanjutkan perkara tersebut melalui jalur hukum / proses pengadilan tentu membutuhkan uang yang tidak sedikit, karena itu Kartika memohon untuk diselesaikan dengan baik dan benar sesuai Undang – Undang yang berlaku dan sanksi, agar memberi efek jera buat bank yang nakal seperti BNI Syariah Tangerang City yang hanya berbekal salah System.
Sampai berita ini di unggah, Liliana Kartika masih tetap akan terus mengejar sampai sejauh mana proses dari penanganan masalah perbankan ini, karena menurutnya bahwa kejadian ini bisa juga dijadikan cermin bagi seluruh Nasabah yang tidak boleh di kecewakan oleh pihak bank manapun yang beroperasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber: teropongindonesianews
Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!