Berani Lapor, Untuk Perbaikan Pelayanan Publik Yang Buruk

Mitra Jatim
Publiser ~
0

MITRAJATIM.COMSalah satu kebutuhan dari masyarakat adalah mendapatkan pelayanan publik yang baik dan berkualitas. Akan tetapi, harapan masyarakat tersebut terkadang berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi di lapangan yaitu; masyarakat masih belum mendapatkan pelayanan yang baik dan berkualitas.

Seperti beberapa laporan yang dilayangkan ke beberapa instansi pemerintah pusat, terkait pelayanan yang sangat buruk di daerah, masyarakat sangat sulit menemui pejabat, dari tingkat OPD, Setda, sampai Bupati sulit untuk ditemuim bagaimana pelayanan terhadap masyarakat? kritik serta pengaduan masyarakat kurang mendapat respon.

Berdasarkan hal tersebut, Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melalukan pengawasan terhadap pelayanan publik menggaungkan tagline yaitu "Berani Lapor Itu Baik" agar masyarakat berani melaporkan apabila mereka mengalami pelayanan publik kurang baik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Hal tersebut diharapkan dapat memenuhi salah satu indikator berhasilnya reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat adalah adanya penyelenggaraan pelayanan publik untuk memenuhi semua kebutuhan dari seluruh masyarakat, maka dibentuklan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dimana di dalam undang-undang tersebut diatur mengenai pengaturan terkait hak, tanggung jawab, kewajiban dan kewenangan baik penyelenggara pelayanan publik, pelaksana pelayanan publik maupun masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik.

Peran Serta Masyarakat Dalam Perbaikan Pelayanan Publik

Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik masyarakat mempunyai peran dalam mengawasi jalannya pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Seperti yang diatur dalam Pasal 39 menjelaskan bahwa masyarakat seharusnya disertakan mulai dari penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi jalannya pelaksanaan pelayanan publik.

Selain peran serta yang diatur tersebut di atas, masyarakat juga mempunyai peran serta sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (3) yaitu peran masyarakat sebagai pengawas eksternal. Bahwa pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik itu dapat dilakukan oleh pengawas internal dan eksternal, masyarakat yang merupakan pengawas eksternal dapat melakukan pengawasan dengan melalui laporan atau pengaduan.

"Melalui laporan atau pengaduan terkait pelayanan publik ini harapannya dapat dilakukan adanya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu pemerintah saat setelah diterbitkannya UU  Nomor 25 Tahun 2009 kemudian melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat. Selanjutnya pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 76 tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan. Kedua peraturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Pelayanan Publik dengan harapan masyarakat dapat lebih mudah untuk melakukan pengaduan.

Peraturan tersebut, penyelenggara pelayanan publik dituntut untuk memenuhi beberaoa komponen standar pelayanan yang harus terpampang disetiap ruang pelayanan seperti: 1) dasar hukum pelayanan 2) persyaratan, 3) sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, 4) jangka waktu penyelesaian pelayanan, 5) biaya/tarif pelayanan, 6) produk pelayanan, 7) sarana dan prasarana, 8) kompetensi pelaksana, 9) pengawasan internal, dan 10) pengaduan mulai dari sarana pengaduan masuk, penanganan pengaduan.

Tidak berhenti hanya dengan membuat peraturan terkait pelayanan publik, pemerintah pusat terus melakukan inovasi salah satunya dalam pengelolaan pengaduan seperti yang terakhir mengeluarkan aplikasi bernama LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online). Aplikasi tersebut dikelelola oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kantor Staf Presiden serta Ombudsman Republik Indonesia. Aplikasi LAPOR ini dibuat bukan dengan tujuan menghapuskan pengelolaan pengaduan yang telah dibuat oleh masing-masing lembaga baik di pusat maupun di daerah, tetapi menjadi penghubung antara masyarakat dengan instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

Melihat peraturan dan kanal pengaduan tersebut harapan masyarakat dapat berpartisipasi untuk bersama-sama dengan pemerintah memperbaiki pelayanan publik. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak masyarakat yang enggan untuk melaporkan pelayanan publik buruk yang mereka alami. Banyak alasan masyarakat untuk malas mengadu terkait pelayanan buruk tersebut beberapa di antaranya adalah :

1) - Takut apabila melapor maka urusan masyarakat akan dipersulit oleh penyelenggara pelayanan publik;

2) - Penyelenggara pelayanan publik masih ada yang bermental anti kritik, jadi saat masyarakat mengadu yang ada malah masyarakat yang dimarahi oleh penyelenggara;

3)- Kurangnya pengetahuan baik masyarakat maupun penyelenggara terkait dengan peraturan maupun kanal-kanal pengaduan;

4) - Ada budayaewuh pekewuh karena kenal dengan penyelenggara atau petugas;

5) - Mengancam keselamatan jiwa pelapor;

6) - Dan masih banyak lagi alasan-alasan masyarakat enggan untuk mengadu

Melihat hal tersebut memang diperlukan kesadaran dari masing-masing pihak baik dari masyarakat maupun pihak penyelenggara, pelayanan publik terutama di daerah harus mengubah pola pikir yang anti kritik yang menganggap apabila ada masyarakat yang mengadu itu adalah aib, tapi dirubah menjadi apabila ada masyarakat mengadu berarti ada masyarakat yang peduli dengan perbaikan pelayanan publik. Karena pada dasarnya penyelenggara pelayanan publik itu bukanlah pihak yang paling berkuasa karena penyelenggara pelayanan publik itu pada dasarnya adalah "pelayan" bagi tuannya yaitu masyarakat.

Laporan yang dapat diregister jumlahnya kurang dari 50% dari total jumlah laporan yang sudah masuk. Hal ini disebabkan karena alasan-alasan di atas seperti takut dimarahi penyelenggara, takut urusan dipersulit dan lain-lain termasuk takut mengancam keselamatan jiwa dari masyarakat. Terkait dengan ketakutan masyarakat apabila melapor terkait pelayanan publik maka keselamatan jiwanya terancam, Ombudsman Republik Indonesia dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 apabila dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pelapor dapat dirahasiakan. (Sumitro Hadi/Red*)

Posting Komentar

0Komentar

Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!

Posting Komentar (0)