Mengadu Ke Wakil Rakyat, Komisi IV DPRD Bondowoso Terkait Pelayanan RSUD Koesnadi

Mitra Jatim
By -
0

Bondowoso, MITRAJATIM.COM Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bondowoso dinilai kurang peka. fungsi kontrol kinerja RSUD dr. Koesnadi sebagai mitra kerja menuai sorotan.

Banyak dikeluhkan masyarakat adanya kejanggalan, akibatnya berbagai program ditelisik, RSUD menuai sorotan dari LSM dan media, meski begitu respon dan tanggapan beragam dari masyarakat disampaikan pada Komisi IV DPRD Bondowoso memanggil dan diperingatkan, namun tetap saja Dirut RS Koesnadi tak bergeming dan sulit ditemui untuk dikonfirmasi.

"Ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) DPC Bondowoso Azura Koenang, mengatakan, Komisi IV DPRD sebagai fungsi kontrol, pengawasan dan fungsi anggaran pada OPD mitra kerja. Namun banyak program pemerintah luput dari pengawasan, tidak adanya transparansi anggaran.

Ironisnya, Direktur RSUD Koesnadi lagi dan lagi enggan ditemui bahkan dihubungi melalui seluler maupun WhatsApp tidak juga mendapat respon, sebagai pejabat publik terkesan angkuh, apakah tindakan pejabat publik seperti ini harus didiamkan? mestinya pejabat melayani masyarakat. 

"Azura Koenang menduga, Komisi IV DPRD kurang serius dalam fungsi pengawasannya di RSUD. Hal ini disinyalir terjadi SPJ Fiktif terstruktur dalam realisasi anggaran daerah.

Berbagai kejanggalan terkait kinerja Aparatur pemerintah dalam merealisasikan anggaran daerah menjadikan dugaan praktik penyelewengan anggaran tersebut kian mencuat setelah adanya audit dengan tujuan tertentu atau audit investigasi oleh Lembaga Pemeriksa Keuangan. 

"Lembaga Pemeriksa Keuangan selaku auditor negara patut mencari dan membuktikan SPJ Fiktif terstruktur yang jelas-jelas merugikan keuangan negara. 

Banyak hal yang perlu diklarifikasi oleh Lembaga Pemeriksa Keuangan kepada penyedia barang dan jasa, dari pemalsuan Tanda Tangan, stempel, dan bukti transaksi palsu lainnya. 

Terutama dalam realisasi biaya rutin pemerintah daerah, meliputi alat tulis kantor, biaya makan minum, perjalanan dinas, biaya perawatan kendaraan dinas, dan beberapa biaya rutin lainnya. 

Masyarakat berharap seluruh oknum Kepala dinas dan tim Pelaksana Kegiatan untuk diperiksa, karena adannya indikasi penyelewengan dana yang dilakukan secara terstruktur.

Banyak nota SPJ yang diduga fiktif, dimanipulasi, me-markup biaya rutin dalam membuat SPJ yang tidak sesuai dengan fakta. 

Padahal sesuai dengan KUHP, pemalsuan nota/kwitansi oleh oknum pejabat lembaga pemerintah dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara. Belum lagi jerat hukum untuk tindak pidana korupsinya. 

Sebenarnya Lembaga Pemeriksa Keuangan mudah saja dalam melakukan crosscheck atas belanja pemerintah daerah kepada penyedia barang dan jasa. Karena pada umumnya oknum pemerintah sudah meminta sejumlah uang kepada penyedia barang, dengan prosentase tertentu kepada penyedia. 

Penyedia jasa mayoritas adalah pelaku usaha mereka akan bicara apa adanya, dan pasti akan membuka perilaku korup oknun pejabat yang meminta bukti transaksi palsu.

Sebagai contoh penyedia barang dan jasa perawatan kendaraan dinas, dimonopoli oleh Toko onderdil dan bengkel Karya Motor. Hal ini sudah terjadi sejak lama sampai hari ini. begitu juga dengan penyedia barang dan jasa makan minum serta alat tulis kantor.

Modus yang dilakukan meminta fee didepan, dengan kompensasi dirinya akan membelanjakan anggaran pada penyedia barang dan jasa tersebut. 

Besaran fee sangat variatif tergantung kepala dinas masin-masing. Tetapi pada umumnya bisa mencapai 30-40% dari total anggaran yang akan dibelanjakan. 

Saat ini, hampir semua kepala dinas panik, harus mencari dana segar untuk menutupi perilaku mereka. Tetapi jika lembaga pemeriksa keuangan jeli dan profesional, kejanggalan laporan realisasi anggaran masih dapat dengan mudah teridentifikasi. (Tim*)

Posting Komentar

0Komentar

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*