Redaksi: MITRAJATIM.COM - Meskipun alam demokrasi semakin terbuka, resistensi pejabat terhadap kritik masih memakai paradigma lama.
Kritik harus membangun, bukan menjatuhkan (martabat); kritik harus memberikan solusi; tiada manusia (termasuk pejabat) yang sempurna. Kritik yang menyasar suatu kejelekan pun dimaknai pejabat terkait sebagai tindakan menjelek-jelekkan. Jerat hukum pencemaran nama baik jangan sampai melayani kepentingan orang kuat saja.
"Namun menjadi eronis, mereka (oknum pejabat) yang merasa, berupaya menyembunyikan kecuranganya, dikala terkuak dugaan korupsinya yang baru baru ini ditindak KPK, mereka menjadi was was, beberapa aitem akan diproses selanjutnya.
Acuan kritik bukan ideal kesempurnaan, sasaran kritik adalah realitas sosial produk (institusi), yang mestinya bisa lebih baik dan untuk itu, ada pihak yang bertanggung jawab karena tidak melakukan yang seharusnya atau melakukan yang tidak seharusnya. Sasaran kritik adalah kebijakan publik yang direncanakan secara kurang matang malah menjadikan administrasi, dan korupsi terselubung.
Di era digital, kritik mudah dikapitalisasi di luar batas-batas wajar. Sekelompok masyarakat menjadikan apa saja rencana dan tindakan pemerintah sebagai sasaran kritik, menjadi over-kritik, memakai bahasa kasar, merusak reputasi pejabat.
Namun, resistensi rakyat propemerintah pun dikapitalisasi dengan alasan bahwa kritik juga harus apresiatif, sekelompok masyarakat membela mati-matian kebijakan pemerintah sampai hilang daya kritisnya.
Namun, kontrol parlemen bisa tidak efektif ketika mayoritas anggota Dewan justru berdiri di belakang eksekutif
Namun, kontrol parlemen bisa tidak efektif ketika mayoritas anggota Dewan justru berdiri di belakang eksekutif.
Karena itu, demokratisasi demokrasi sebuah keniscayaan untuk mencapai tujuan akhir bernegara, ada fenomena paradoksal di barat yang demokrasinya sudah mapan bahwa sedikit saja rakyat memakai hak pilihnya saat pemilihan umum.
Kecewa terhadap demokrasi konvensional yang dipenuhi agenda kepentingan politik partisan, sebagian masyarakat lebih memercayakan urusan sehari-hari mereka kepada kelompok-kelompok kepentingan.
Seluruh rakyat berhak menikmati distribusi adil kekayaan negeri dan itulah alasan bernegara. Karena itu, harus dicermati potensi perselingkuhan penguasa dengan pengusaha (trans)nasional yang cenderung melahirkan pragmatisme politik, terlebih dengan hadirnya banyak pengusaha besar di jajaran kabinet yang bersumber pada kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Prilaku elite politik kita hari ini tak memperlihatkan sense of crisis malah, krisis dimanfaatkan sebagai celah untuk korupsi, termasuk oleh mereka yang baru ikut berkuasa. rakyat pun tak berdaya melihat negara dalam kekuasaan petualang politik.
"Substansi demokrasi adalah memperkuat posisi daya tawar rakyat untuk hidup sejahtera berhadapan dengan kekuasaan yang jika tak terkontrol cenderung menindas (over-kriminalisasi).
Di era globalisasi, bisa ditambahkan juga pentingnya penguatan daya tawar rakyat berhadapan dengan kapitalisme transnasional, yang bahkan bisa mematikan demokrasi itu sendiri.
Terimakasih atas tanggapan dan komentar anda, kami team Redaksi akan menyaring komentar anda dalam waktu dekat guna kebijakan komonikasi untuk menghindari kata kata kurang pantas, sara, hoax, dan diskriminasi.
Dalam jangka waktu 1x24 jam segera kami balas
Kami tunggu saran dan kritikannya, salam !!!